Teman-teman, pernahkah mendaki gunung? Saya pernah punya pengalaman ke Gunung Bromo bersama beberapa teman. Pemandangannya memang luar biasa indah, tapi perjalanan menuju puncaknya juga penuh tantangan. Udara yang amat dingin, medan yang cukup menanjak, dan stamina yang terkuras menjadi ujian tersendiri. Saat itu, salah satu teman saya terlihat sangat bersemangat. Ia begitu ambisius untuk cepat sampai di puncak, bahkan ia berlari mendahului kami yang berjalan santai. Tapi, apa yang terjadi? Belum sampai puncak, ia tiba-tiba kelelahan, muntah, dan sulit bernapas. Saat itu, saya sadar, mendaki gunung bukan hanya soal siapa yang paling cepat sampai, tapi soal bagaimana kita menjaga ritme dan tenaga untuk sampai dengan selamat. Perjalanan ini bukan sekadar adu kecepatan, tapi tentang menikmati proses dan menghargai setiap langkah.
Pengalaman itu mengingatkan saya pada dunia pekerjaan. Mendaki gunung adalah gambaran dari perjalanan karier kita. Banyak dari kita yang berambisi untuk segera mencapai puncak, entah itu berupa jabatan, pengakuan, atau prestasi. Tapi, terkadang ambisi yang terlalu besar tanpa diimbangi kesabaran dan kerendahan hati justru menjadi bumerang. Sama seperti teman saya yang kehabisan tenaga sebelum sampai puncak, ada orang-orang yang terlalu sibuk mengejar hasil tanpa peduli proses. Mereka berlari lebih cepat dari yang lain, ingin terlihat lebih hebat, tapi lupa bahwa kesuksesan membutuhkan keseimbangan. Jika terlalu angkuh, kita bisa kehilangan pijakan—baik itu kepercayaan, hubungan yang baik, atau bahkan kesehatan kita sendiri. Sebaliknya, mereka yang mendaki dengan sabar, penuh perhitungan, dan rendah hati biasanya lebih siap menghadapi tantangan. Mereka tahu kapan harus melangkah cepat, kapan harus berhenti sejenak untuk bernapas. Mereka tidak hanya sampai di puncak, tapi juga bisa menikmati setiap proses perjalanan.
Langkah yang bijak dalam karier adalah menjaga ritme. Jangan terlalu cepat hingga mengabaikan hal-hal penting di sekitar, tapi juga jangan terlalu lambat hingga kehilangan momentum. Kesuksesan sejati bukan tentang siapa yang paling cepat sampai, melainkan tentang siapa yang mampu bertahan dan tetap memberikan dampak positif bagi sekitarnya.
Gunung Bromo mengajarkan saya satu hal, setiap perjalanan memiliki ritmenya sendiri. Sama seperti mendaki, karier juga perlu dijalani dengan keseimbangan antara ambisi dan kebijaksanaan. Ketika kita terlalu memaksakan diri, kita mungkin saja terperosok sebelum sampai di tujuan.
Puncak tidak akan kemana-mana. Yang penting adalah bagaimana kita menjaga langkah, menghargai proses, dan tetap rendah hati di setiap perjalanan. Teman-teman, mari kita belajar mendaki dengan bijak, baik mendaki gunung maupun meniti kehidupan. Nikmati prosesnya, jaga hubungan dengan orang lain, dan tetap rendah hati. Karena pada akhirnya, perjalanan yang bermakna tidak hanya diukur dari puncak yang kita capai, tetapi juga dari cara kita mencapainya.—Semoga menginspirasi 😊