Pagi ini, saya membaca berita yang cukup ramai diperbincangkan. Seorang menteri didemo puluhan bawahannya karena diduga sering marah-marah di kantor dan bahkan memecat salah satu stafnya perkara internet. Situasi seperti ini tentu memancing banyak reaksi, baik dari publik maupun dari internal instansi tersebut. Di balik cerita ini, saya jadi teringat istilah “Sandwich System”, sebuah metode komunikasi yang bisa digunakan untuk menyampaikan kritik atau teguran dengan lebih efektif tanpa harus menyakiti perasaan orang lain.

Dalam dunia kerja, menegur atau memberikan kritik adalah hal yang tidak terhindarkan. Ada kalanya kita harus menyampaikan sesuatu yang kurang menyenangkan kepada bawahan, rekan kerja, atau bahkan atasan. Namun, bagaimana cara menyampaikan kritik tanpa menimbulkan konflik? Apakah harus dengan nada tinggi, atau justru mendiamkan masalah hingga hilang begitu saja? Di sinilah Sandwich System diperlukan.

Metode ini disebut Sandwich System karena konsepnya seperti menyusun roti lapis. Kritik atau masukan ditempatkan di antara dua lapisan positif, sehingga pesan utama tetap tersampaikan tanpa terasa menyakitkan. Prinsipnya adalah menjaga hubungan baik sambil mendorong perbaikan secara konstruktif.

Bayangkan jika situasi di kantor sang menteri tadi diterapkan dengan pendekatan ini. Daripada marah-marah yang hanya membuat suasana kerja tidak nyaman, sang pemimpin bisa memulai dengan apresiasi terhadap kerja keras timnya. Lalu, kritik atau masukan disampaikan dengan nada yang konstruktif, diakhiri dengan dorongan atau harapan yang membangun. Dengan cara ini, pesan yang disampaikan lebih mudah diterima, tanpa membuat orang merasa diserang atau kehilangan motivasi.

Misalnya, jika seorang staf melakukan kesalahan dalam pekerjaannya, teguran dengan Sandwich System bisa seperti ini:

Lapisan pertama (positif): “Saya sangat menghargai usaha kamu dalam proyek instalasi jaringan internet. Saya tahu kamu sudah bekerja keras untuk menyelesaikannya.”

Isi (kritik): “Namun, saya perhatikan ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, terutama pada kedisiplinan dan manajemen waktu. Keterlambatan penyelesaian instalasi jaringan internet bisa memengaruhi kinerja kita.”

Lapisan kedua (positif): “Tapi saya yakin kamu bisa memperbaikinya dengan cepat. Kamu punya kemampuan yang luar biasa, dan kami sangat mengandalkan kontribusi kamu.”

Perhatikan bagaimana kritik disampaikan tanpa menghilangkan rasa hormat kepada orang yang bersangkutan. Dengan begitu, teguran menjadi ajakan untuk berkembang, bukan sekadar penghakiman.

Sayangnya, banyak pemimpin yang lebih memilih cara instan, seperti marah-marah atau memecat staf yang dianggap tidak kompeten, tanpa mencoba memahami atau memberikan kesempatan untuk belajar. Padahal, komunikasi yang buruk hanya akan menimbulkan ketakutan, ketegangan, dan bahkan perpecahan dalam tim.

Sandwich System bukan hanya tentang menyampaikan kritik, tapi juga tentang menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan harmonis. Ketika kritik disampaikan dengan cara yang membangun, orang akan lebih terbuka untuk menerima masukan dan berusaha memperbaiki diri. Sebaliknya, kritik yang disampaikan dengan kasar hanya akan membuat hubungan kerja memburuk dan produktivitas menurun.

“Menegur dengan hati adalah kunci untuk membangun tim yang kuat. Kritik yang baik bukan tentang siapa yang salah, tapi tentang bagaimana kita bisa memperbaiki keadaan bersama.”

Teman-teman, mari kita belajar untuk menyampaikan kritik dengan cara yang bijak. Karena pada akhirnya, membangun hubungan baik jauh lebih penting daripada sekadar menuntut hasil. Dan mungkin, jika sang menteri tadi tahu tentang Sandwich System, cerita pagi ini akan berbeda. Semoga konten ini bisa menjadi refleksi bagi kita semua. Semoga menginspirasi 😊


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *