Teman-teman, pernahkah kita bercermin di kaca yang retak? Bayangan kita di sana tampak tidak sempurna—terpotong-potong, terdistorsi, bahkan membuat kita sulit mengenali diri sendiri. Begitulah gambaran seseorang yang senang mempertontonkan kejelekan orang lain di depan umum. Mereka seperti cermin yang retak, tidak memantulkan kebenaran, tapi justru memperlihatkan cacat yang lebih besar dari aslinya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin pernah menemui situasi ini. Ada orang yang dengan sengaja membuka aib orang lain di depan umum, entah itu di lingkup kerja, keluarga, atau bahkan di media sosial. Tujuannya beragam—ada yang ingin terlihat lebih baik, ada yang mencari perhatian, atau bahkan sekadar merasa puas karena berhasil menjatuhkan orang lain. Tapi apa hasilnya? Hubungan rusak, rasa percaya hilang, dan luka hati yang mendalam.
Menghakimi atau menjelekkan orang lain di depan umum bukan hanya menyakiti mereka yang jadi sasaran, tapi juga mencerminkan diri kita. Kata-kata kasar yang dilontarkan bukan sekadar menggambarkan pandangan kita terhadap orang lain, tapi juga menunjukkan kualitas hati kita sendiri. Seperti cermin yang retak, apa yang kita pancarkan bukanlah gambaran sejati, melainkan pantulan yang penuh cela.
Setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada yang sempurna, termasuk kita. Jika kita terus fokus pada kejelekan orang lain, kapan kita punya waktu untuk memperbaiki diri sendiri? Bukankah lebih bijak jika kita menggunakan energi untuk membantu orang lain tumbuh, daripada menjatuhkannya?
Saya pernah mendengar cerita seseorang yang sedang sakit mengalami hal semacam ini. Kesalahannya yang kecil diperbesar dan diumbar di depan umum. Bukannya diberi semangat untuk sembuh, dia malah merasa terpuruk dan kehilangan semangat untuk sehat, hingga akhirnya meninggal dunia, Innalillahi Wainnailaihi Roji’un.
Jadilah cermin yang jernih, yang mampu memantulkan kebaikan dan membantu orang lain melihat potensi terbaik dalam diri mereka. Jika kita melihat kekurangan seseorang, bukankah lebih baik menegurnya secara pribadi, dengan cara yang lembut dan membangun? Kritik yang diberikan dengan cinta jauh lebih ampuh daripada hinaan yang diumbar ke khalayak ramai.
“Mengangkat diri tidak perlu dengan menjatuhkan orang lain”
Jadi, mari kita renungkan kembali cara kita berinteraksi dengan orang lain. Apakah kita sudah menjadi cermin yang jernih, atau menjadi cermin yang retak? Dunia ini membutuhkan lebih banyak orang yang mampu menebar kebaikan, bukan menambah luka. Semoga saya dan teman-teman mampu menjadi pribadi yang lebih bijak. Semoga menginspirasi 😊