Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang selalu ingin dihormati? Mungkin teman yang ingin dipuji setiap kali bicara, atau teman yang merasa marah jika pendapatnya tidak diikuti. Orang-orang seperti ini sering lupa bahwa penghormatan itu bukan sesuatu yang bisa diminta, apalagi dipaksa. Penghormatan sejatinya adalah pemberian yang muncul dari rasa hormat dan pengakuan atas kualitas diri seseorang.
Ada kisah menarik tentang seorang pria bernama X. Di tempat kerjanya, X dikenal sebagai orang yang haus penghormatan. Setiap rapat, dia selalu ingin duduk di posisi utama. Ketika berbicara, dia berharap semua orang diam dan mendengarkan. Jika ada yang tidak setuju dengan pendapatnya, wajahnya langsung berubah muram. “Saya ini senior di sini, seharusnya kalian menghormati saya!” begitu katanya. Namun, apa yang terjadi? Bukannya dihormati, X malah dijauhi. Orang-orang hanya berpura-pura sopan di depannya, tetapi di belakang, mereka menghindar. Penghormatan yang diminta dengan paksa seperti itu hanya menghasilkan rasa canggung, bukan penghormatan yang tulus. Lalu, bagaimana cara mendapatkan penghormatan yang baik? Jawabannya sederhana, berikan dulu, baru dapatkan. Penghormatan tidak datang dari tuntutan, melainkan dari sikap yang kita tunjukkan. Orang yang benar-benar dihormati adalah mereka yang rendah hati, menghormati orang lain tanpa memandang status, dan menunjukkan integritas dalam setiap tindakan.
Coba lihat kisah para pemimpin besar seperti Mahatma Gandhi atau Nelson Mandela. Mereka tidak pernah meminta penghormatan, tetapi orang-orang menghormati mereka karena tindakan dan prinsip hidup mereka. Mereka menghormati orang lain terlebih dahulu, bahkan terhadap mereka yang berbeda pandangan. Itulah yang membuat mereka dihormati tanpa harus memintanya. Kita bisa belajar dari mereka. Penghormatan itu bukan soal posisi, jabatan, atau senioritas. Itu soal bagaimana kita memperlakukan orang lain. Ketika kita mendengarkan dengan tulus, memberikan apresiasi, dan bersikap adil, orang lain akan menghormati kita dengan sendirinya.
Singkat cerita, akhirnya X menyadari kesalahannya. Suatu hari, dia duduk bersama salah satu rekan kerjanya dan bertanya, “Kenapa saya kok merasa semua orang menjauh dari saya?” Lantas rekannya menjawab dengan jujur, “Karena Anda dinilai haus penghormatan, tapi lupa menghormati orang lain” Sejak saat itu, X mulai berubah. Dia lebih sering mendengarkan pendapat orang lain, menghargai ide-ide timnya, dan tidak lagi memaksakan kehendaknya. Perlahan, rekan-rekannya mulai merasa nyaman di dekatnya. Tanpa disadari, X mulai mendapatkan penghormatan yang selama ini dia cari, bukan karena dia meminta, tetapi karena dia pantas mendapatkannya. Penghormatan itu seperti bayangan. Semakin kita kejar, semakin menjauh. Tapi ketika kita fokus pada langkah kita sendiri, bayangan itu akan mengikuti.
Jika kita ingin dihormati, berhentilah memintanya. Berikan penghormatan kepada orang lain terlebih dahulu. Karena pada akhirnya, penghormatan yang tulus hanya bisa lahir dari hati yang tulus juga.—Bagaimana relate gak nih? 😊